ANTAREZ CORPORATED: Dibalik Senayan

WELCOME TO MY BLOG

SALAM GEOGRAFI

WELCOME TO MY BLOG!!!

ENJOY THE TRIP

Selasa, 21 Desember 2010

Dibalik Senayan


Dibalik Senayan

Menjadi mahasiswa di zaman ini bukanlah sesuatu yang mudah. Banyak seleksi yang harus dilewati. Mulai dari seleksi otak, seleksi kecerdasan pengembangan diri, seleksi psikologi, seleksi jabatan / kedudukan sampai seleksi finansial. Sekarang kuliah telah menjadi “sesuatu yang mewah” atau dalam istilah ekonomi sudah termasuk kedalam kebutuhan tersier yang baru bisa dipenuhi apabila kebutuhan primer dan sekunder telah terpenuhi. Pertanyaannya sekarang adalah apakah kebutuhan primer rakyat Indonesia telah terpenuhi?
Fakta dilapangan:
·      Pangan       
-         5775 anak di Kupang menderita gizi buruk.
-         Di Aceh 29 anak meninggal karena busung lapar sementara 1336 anak lainnya menderita busung lapar.
-         340.056 jiwa dari total 990.000 penduduk kabupaten Ponorogo, Jawa Timur termasuk kedalam kategori keluarga miskin yang menderita gizi buruk.
-         Adi 5,1 juta dengan 54% atau 2,6 juta jiwa terancam kematian karena kelaparan.
-         1,67 juta jiwa balita di Indonesia menderita busung lapar.
( Sumber : TV One 21 September 2009 )

·      Papan         
-         Kasus penggusuran di Kampung Rawa Das, Pondok Kopi, Jakarta Timur, 5 dari 20 orang yang terluka adalah perempuan ( penembakan gas air mata dan peluru karet yang melukai sejumlah rakyat miskin yang digusur ).
-         Seorang perempuan yang sedang mengandung 6 bulan dipukul 2 kali kepalanya oleh petugas Trantib kala penggusuran di komunitas nelayan Ancol Timur, Jakarta Utara dan suaminya sedang melaut.
-         Aparat lebih memilih menggunakan Perda II / 1988 untuk melakukan penggarukan dan penggusuran paksa dalam skala masif yang sama sekali tidak mengatur persoalan ganti rugi atu sarana rumah ganti daripada mematuhi pasal 34 tentang Fakir Miskin dan pasal 33 UUD 1945 yang menyebutkan “Tanah, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dan terdapat diatasnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar – besarnya UNTUK KEMAKMURAN RAKYAT dan UU tentang Pemukiman  pasal 5 bab III”, setiap warga berhak untuk mendiami dan / atau menikmati dan / atau memiliki ruah yang layak, sehat, dalam lingkungan yang aman, harmonis dan teratur”. Serta Komisi PBB untuk hak asasi dalam resolusinya 10 Maret 1993 menyatakan bahwa “praktek penggusuran paksa merupakan pelanggaran yang berat terhadap HAM terutama hak untuk mendapatkan perumahan yang layak”.
-         Menurut data Aliansi Rakyat Miskin, mulai Agustus – September 2008 sekitar 6000 warga mengalami penggusuran dan penangkapan oleh Pemda DKI.

·      Sandang
-         Ada lebih 35 juta penduduk Indonesia yang tidak mampu mengeluarkan Rp. 6000,00 / hari untuk kebutuhan primernya.
-         Ratusan ribu anak Indonesia tidak bisa sekolah karena tidak mampu membeli seragam.

Dari fakta diatas, dapat kita telaah bahwa betapa untuk memenuhi kebutuhan primernya pun rakyat sudah harus berdarah – darah apalagi untuk kebutuhan tersiernya?
Saat ini dengan disahkannya UU BHP pun kuliah semakin terasa tak terjangkau. Logis bukab apabila kita berpikir bahwa input mahasiswanya pun berasal dari kalangan atas?
Dikampus UI kita tercinta pun 90 orang masih diambang ketidakjelasan BOP nya. Bahkan ada yang sampai jual sawah, rumah, dll untuk bisa kuliah dikampus ini. Kampus yang menyandang gelar “Kampus Rakyat”.
Dengan adanya seleksi finansial dalam penerimaan MABA ini tentu mempengaruhi input mahasiswa yang didapat. Yang masuk hanya yang setiap hari terbiasa tinggal diruang ber – AC, yang terbiasa pagi – pagi disediakan sarapan oleh pembantunya, bawa mobil sendiri ke kampus, dll. Inilah potret mahasiswa negeri kita sekarang. Yang lupa akan teriknya matahari, yang tak pernah merasakan perutnya sangat lapar, yang sangat terbiasa dengan fasilitas mewah dan menjadikannya sebagai standar hidupnya.
Mahasiswa yang seperti ini bagaimana mungkin menjadi peka akan penderitaan rakyat yang bahkan bagian dari penderitaan itu sendiri tak pernah ia rasakan?
Tentu masih ada mahasiswa yang peduli akan rakyat tapi persentasenya sedikit sekali. Karena seperti yang telah kita ketahui, BHMN hanya akan membuat rakyat yang miskin dan pintar menjadi minoritas jumlahnya di PTN ternama. Sementara yang miskin tapi bodoh hanya bisa sekolah sampai tingkat SMP / SMA dipinggiran.
Sikap apatis yang ditemukan dalam diri mahasiswa di kampus pun memiliki banyak faktor, yaitu:
·      Mereka yang jauh dari kata “miskin”.
·      Mereka yang berpikir baru akan bergerak setelah lulus dari Universitas dengan IP tinggi.mereka yang menutupi kelemahannya / rasa takutnya untuk ikut beraksi akan tetapi dia menutupi kelemahannya tersebut dengan menegasikan diri atas pandangan baik tentang aksi itu sendiri.
·      Mereka yang berpendapat bahwa kuliah adalah amanah orangtua. Jadi kita harus fokus belajar dan kuliah dengan baik di kampus.
·      Mereka yang masih bingung akan hakikat dari pergerakan itu sendiri.

Tak ayal penyebabnya pun datang tak jauh dari lingkungannya sendiri. telah terbiasanya mereka menikmati kehidupan mewah menyebabkan hati mereka menjadi dingin melihat derita rakyat miskin. Pandangan yang sempit juga merupakan salah satu faktornya yaitu dimana kala kita menyebutkan kata pergerakan mahasiswa, maka yang pertama kali ada dibenaknya adalah aksi / demonstrasi. Padahal aksi baru salah satu bagian kecil dari pergerakan mahasiswa. Selain itu mereka masih punya pemikiran “takut meninggal karena ditembak / dipukul saat aksi” dan ada beberapa yang berpandangan bahwa, “percuma demonstrasi, toh mereka tidak akan mendengar kita. Percuma kita teriak – teriak gitu toh kebijakannya tetap disahkan”. Mendengar kata – kata itu, saya teringat cerita seorang sahabat tentang Nabi Ibrahim as ketika dia dibakar. Kala itu ada burung kecil yang mengambil air dan menyiramkannya ke api Ibrahim. Burung yang besar mencibir dan berkata menghina, “bodoh sekali kau, kecil! Untuk apa kau ambil air untuk Ibrahim itu? Alangkah sia – sia yang kau lakukan itu. Lihatlah tubuhmu! Dengan tubuh sekecil itu, mana mungkin engkau mampu memadamkan api Ibrahim!” Namun apakah yang dikatakan burung kecil itu?
Burung kecil itu berkata, “Biarlah tubuhku yang kecil ini hanya mampu membawa sedikit air untuk memadamkan api yang berkobar besar itu di tubuh Ibrahim. Tapi  setidaknya, dikala aku mati nanti, aku punya jawaban saat Allah menanyakan pertanggungjawaban atas hidup yang diamanahkanNya padaku”. Dan Allah tahu, walaupun hanya hal kecil tapi aku telah melakukan sesuatu”.
Begitulah aksi. Mungkin terlihat “kecil”, tapi lihatlah manfaatnya yang besar bagi umat. Mungkin terlihat “keras”, tapi setidaknya mampu mengikis kerasnya pengkhianatan para penguasa atas rakyat laksana air mengikis bebatuan. Mungkin terlihat “tak bermakna”, tapi kala dirimu telah meluruskan niatmu, mengokohkan pundakmu, maka insya Allah surga didepan matamu. Karena itu janji Allah untuk para tentaraNya yang menegakkan kebenaran atas penguasa yang zalim.
Ini adalah beberapa pemikiran yang harus ditanamkan dalam setiap jiwa mahasiswa. Awareness from details. Bahwa setiap hal kecil yang diklakukan pasti bermakna dan dilihat Allah.
Mahasiswa perlu diingatkan akan hal ini.
Menurut pendapat saya solusi dari masalah ini adalah dengan cara merubah paradigma berpikir mahasiswa. Beri suatu pandangan dari segi yang tidak terpikir olehnya. Saat kita melakukan “proses penyadaran”, beri juga data dan fakta konkrit atas apa yang terjadi di negara kita beserta dokumentasinya. Kemas semua itu dalam bentuk yang menarik hingga jiwa mereka bergerak, lakukan kajian lapangan dan turunkan mahasiswa secara langsung untuk menjumpai realita kehidupan rakyat yang sesungguhnya. Perluas pandangannya tentang pergerakan dengan cara terus secara intensif memberikan propaganda, bahas isu – isu kenaikan pada kehidupan rakyat miskin dan beri pencerdasan tentang kondisi Indonesia.
Teman, kita memiliki bekal moral intelektual. Kitalah yang bisa dengan mudah mengakses ilmu pengetahuan. Kita yang dianugerahi Allah untuk mengenyam pendidikan. Untuk paham tentang betapa bangsa ini telah dikhianati oleh para pecundang. Untuk membangun peradaban baru Indonesia emas yang berpijak atas keadilan dan kebenaran.
Saya percaya tidak ada yang kebetulan didunia ini. Saya percaya Allah menciptakan manusia apatis dan empati pasti ada maksudnya. Bisa jadi dengan apatisnya mereka, ini mengingatkan kita bahwa Allah sedang berbicara dengan kita untuk bersikap peduli. Allah tengah mengajarkan kita untuk peka terhadap bangsa dan sesama serta segala binaanNya.
Apa yang akan terjadi pada bangsa ini apabila semua mahasiswannya apatis atas persoalan negerinya sendiri?
Apa yang akan terjadi pada bangsa ini apabila para pemudanya “tidur”?
Rekan – rekan seperjuangan, menumpas sikap apatis ini adalah tanggung jawab kita bersama. Tanggung jawab untuk saling mengingatkan, saling menguatkan dan saling memperteguh semangat untuk berjuang. Semangat untuk berbagi dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan. Untuk menyadari betapa IP tinggi saja tidak cukup untuk membayar tiap peluh yang menetes dari orang tua kita untuk membayar setiap peluh yang menetes dari orang tua kita untuk membayar kuliah kita apabila yang kita dapatkan dari kuliah ini hanya cerdas secara kademis saja. Bisa jadi saat kita lulus sarjana nanti kita pun menjadi para pecundang yang mengkhianati rakyatnya sendiri. Naudzubillah.
Tengoklah Elang Mula Lesmana, Hafidzin Royyan, Hery Hartanto, dan Hendriawan Sie, keempat mahasiswa Usakti yang tewas ditembak aparat keamanan 12 Mei 1998 dihalaman kampus Usakti. Penembakan di sore itu telah memicu kemarahan rakyat terhadap rezim orde baru dan memicu kerusuhan sosial di Jakarta dan sekitarnya  pada 14 Mei 1998 yang berpuncak dengan mundurnya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998. Kerusakan sosial di Jakarta itu telah membuat Ibu kota membara. Tak terbilang orang meninggal. Gelombang reformasi telah mengubah konstelasi politik Indonesia, termasuk “nasib” para aktivis dan politisi yang memperjuangkan reformasi bersama mahasiswa.
Banyak pahlawan tangguh yang gugur saat itu yang telah berhasil membayar dengan darahnya untuk membebaskan negara kita dari penjajahan versi modern, yaitu:
·        G30 S PKI
·        Mudjayin, 78 tahun, dipenjara 14 tahun di Pulau Buru tanpa melalui proses pengadilan (Beliau seorang wartawan) (Sangat mudah pada saat itu menangkap orang tanpa alasan yang jelas. Ini hanya salah satu dari banyak korban penangkapan tak beralasan pada masa itu). Ada pemenjaraan sebanyak 3 juta orang tanpa pengadilan yang jelas.
·        Pembunuhan di Aceh ( Pembantaian Massal 1980 – 1990 ) 30.000 jiwa.
·        Pemerkosaan besar – besaran warga Indonesia.
·        Kejahatan Kemanusiaan:
-     Di Markas OPSUS ada seorang perempuan yang digantung dengan kepala di bawah dan bulu kemaluan dibakar.
-     Banyak korban yang disetrum listrik, disundut rokok, dll.
-     AM Fatwa disiksa di Gang Buntu, Kebayoran Lama, Jaksel.
·        Pembantaian rakyat peristiwa kasus tahun 1965 – 1971 memakan korban 800.000 – 3.000.000 jiwa.
-     Kasus politik Tanjung Priok pembantaian massal 1984, 250 jiwa.
-     27 Juli kompetisi politik 1996, 30 jiwa.
-     Makasar penolakan tarif 1985, 4 Mahasiswa.
-     Tuntutan mahasiswa Haur Koneng Tanah: 25 orang di politisir sebagai PKI.
-     Tuntutan mahasiswa Tim Mawar penculikan aktivis 1996 – 1997, 22 orang.
Total korban jiwa yang meninggal pada masa orde baru ini ± 1.000.000 jiwa rakyat Indonesia meninggal. Dengan demikian selama 32 tahun orde baru berkuasa, tidak kurang dari 4.000.000 jiwa rakyat telah menjadi korban.
Soe Hok Gie, salah satu aktivis kita pernah berkata, “jika dibandingkan antara jumlah korban saat kekuasaan kolonial Belanda selama 350 tahun dengan kekuasaan Orde Baru selama 32 tahun maka jumlah korban saat orde baru  berkuasa jauh lebih besar dibandingkan dengan saat kolonial Belanda menjajah Indonesia”. 220 milyar Dollar AS dikorupsi. Uang jerih payah rakyat diambil paksa. Penggusuran dimana – mana. Pembredelan media massa.
( Sumber data : Lembaga Perjuangan Rehabilitasi Korban Rezim Orde Baru (LPR-KROB) – www.tempointeraktif.com ).

Bayangkan bila saat itu tidak ada yang tergerak hatinya untuk membebaskan negeri kita tercinta dari tangan kotor para pecundang pengkhianat rakyat. 32 tahun rakyat kita menderita. Apa kita mau diam saja menikmati nyamannya AC di kampus? Rakyat tidur di bak sampah. Makan nasi sisa bekas di sampah. Anak – anak tidak bisa sekolah hanya karena uang. Bayi baru lahir ditidurkan di emperan jalan. Rakyat mencuci baju pakai air sungai Ciliwung.
Apa kita mau diam saja menikmati hidup kita yang sudah sangat nyaman tanpa menghiraukan kehadiran mereka?
Saya pikir bergerak bukanlah pilihan. Tapi itu adalah kewajiban. Suatu sikap yang patut disematkan kedalam diri tiap mahasiswa.
Sekali lagi, saya pikir mereka tidak benar – benar apatis, yang membedakan kita dengan mereka hanyalah waktu kita untuk menyadari seruan ini. Saya percaya jauh didalam nurani mereka, mereka pun ingin bergerak untuk membangun bangsa. Kita pun memiliki kewajiban untuk saling menyadarkan / mengingatkan untuk terus bersatu bergerak dan berjuang bersama untuk membela rakyat Indonesia.
Karena kita independent. Kitalah pengontrol sosial. We are the agent of change. Kita yang paling tidak berkepentingan akan pergerakan ini. Kalau bukan kita yang bertindak, siapa lagi?
Apabila pertanyaan mengapa anda ingin terlibat dalam pergerakan ini masih ada, jawabannya adalah:
Karena,,,
Tanpa saya, UI akan tetap ada,
Tanpa saya, Brigade Jaket Kuning Ungu akan tetap ada,
Tanpa saya, semua akan tetap berjalan seperti biasanya,
Tapi tanpa rakyat, NEGARA ADALAH TIDAK ADA!!!

Bukan rakyat yang membutuhkan kita.
Tapi kita yang membutuhkan rakyat.
Untuk itu, lakukan yang terbaik untuk rakyat.
Bahwa orang tua kita pun adalah rakyat.
Sekarang mereka yang digantung dengan kepala dibawah, digusur rumahnya dan dirampas haknya serta tak bisa sekolah karena uang.
Ingat, teman!
Kita dan keluarga kita pun adalah bagian dari rakyat.
Bagaimana bila hal itu semua menimpa kita? ( Naudzubillah)
Masihkah ada alasan untuk tidak bergerak?
Ketika nurani tak lagi didengar
Ketika mata tak sanggup lagi melihat kebenaran
Tatkala tangisan lapar semakin membahana
Izinkan kami untuk turun ke jalan.
Demikianlah fakta dan realita yang terjadi dibalik mewahnya “senayan”, teman! Karena sadar atau tidak, menjadi mahasiswa adalah anugerah. Karena suara rakyat di senayan telah dihapus oleh para pengkhianat zaman. Bergeraklah untuk mengembalikan suara yang terhapus itu, Mahasiswa! HIDUP MAHASISWA! HIDUP RAKYAT INDONESIA!!

 Oleh Sobat gue: Riana Wulandari

Tidak ada komentar: