ANTAREZ CORPORATED: OSPEK = ?

WELCOME TO MY BLOG

SALAM GEOGRAFI

WELCOME TO MY BLOG!!!

ENJOY THE TRIP

Selasa, 21 Desember 2010

OSPEK = ?


Ospek sampai saat ini seakan menjadi semacam ritual yang harus dilalui oleh setiap mahasiswa baru. Tanpa itu, seakan-akan tidak sah menjadi mahasiswa. Karena itulah, tidak jarang mahasiswa lama memaksa mahasiswa baru untuk mengikuti prosesi ini. Tidak jarang juga, pemaksaan bahkan kekerasan -terutama kekerasan psikologi, seperti ancaman-terjadi.
Jika demikian, lalu apa, bagaimana serta kenapa harus ada Ospek ?. Apa relevansinya terhadap kampus dan pendidikan kita ?. Dan, apakah kekerasan dalam Ospek adalah salah satu jalan yang harus ditempuh mahasiswa baru.
Ospek sebagaimana namanya, diorientasikan sebagai sarana atau media untuk mengenal dan memahami kampus. Kampus tidak seperti sekolah umum atau swata. Juga, mahasiswa berbeda dengan siswa. Karena itulah, Ospek adalah masih tetap urgen dan menemukan titik relevansinya pada setiap mahasiswa baru.
Sebagai media pengenalan kampus, tentu saja Ospek memiliki peran yang sangat strategis. Pertama, Ospek harus benar-benar diarahkan pada pengenalan kampus. Artinya, kondisi dan situasi, seluk-beluk dikampus tidak boleh tidak harus dipaparkan dan dijelaskan secara detail terhadap mahasiswa baru. Misalnya, apa fungsi UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa), dekanat, rektorat, lembaga kemahasiswa serta bagaimana relevansinya terhadap mahasiswa.
Maka dari itu, Ospek juga bertugas untuk membongkar segala kejelekan-kejelekan dan kebobrokan yang ada dikampus. Sehingga mahasiswa siap sedia menghadapi kondisi seperti apapun. Menutup-nutupi kebobrokan yang ada dikampus akan menjadikan mahasiswa shock dan tercengang. Karena itulah, apapun kondisi kampus harus diinformasikan kepada seluruh mahasiswa baru.
 Kedua, Ospek sebagai sarana untuk membentuk karakter dan kesadaran mahasiswa baru secara kritis, humanis dan transformatif. Mahasiswa sebagai agent of change dituntut menjadi garda depan untuk melakukan perubahan. Tanggangjawab yang diemban mahasiswa sebagai generasi bangsa untuk melanjutkan perjuangan para founding fathers membutuhkan kesadaran kritis dan bekal pengetahuan yang memadai.
Karena itulah, Ospek bukan sekedar serimonial temporal yang diadakan di kampus, apalagi sebagai legitimasi kekerasan, seperti perploncoan. Lebih dari itu, Ospek merupakan media awal yang harus dilalui oleh mahasiswa baru guna mencarai jati diri manusia atas gelar yang baru disandangnya, mahasiswa. Jika demikian, materi dan seperangkat Ospek harus diorientasikan pada pembentukan karakter mahasiswa yang revolusioner, kritis, populis dan transformatif.
Dari Ospek seperti inilah diharapkan lahir sikap kritis, inovatif dan kreatif yang menghasilkan laku-laku pemahaman (acts of cognition) baik terhadap diri sendiri, sesama maupun lingkungannya. Mahasiswa baru tidak lagi menganggap dunia sebagai sesuatu yang bisu, teralienasi dari dirinya sendiri tetapi sebagai sesuatu yang hidup dan bagian dari eksistensialnya.

Ketiga, tranformasi pengetahuan. Konversi identitas dan label dari siswa menjadi mahasiswa berimplikasi pada bertambahnya tanggungjawab sosial. Era siswa yang penuh dengan hura-hura sudah berlalu dan kini memasuki suatu era baru dimana ia dituntut untuk lebih dewasa dan kritis terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat.
Untuk itu, sebagai orang baru diperlukan adanya transformasi ilmu pengetahuan dari mahasiswa lama sebagai pihak yang berpengalaman. Hal ini tidak bermaksud untuk menempatkan mahasiswa baru sekedar penerima dan disket penyimpan informasi dan data yang diberikan oleh panitia Ospek. Akan tetapi, mahasiswa baru adalah mitra sejajar, sehingga sistem yang diterapkan pada Ospek tidakkah monolog, tetapi dialog. Hubungan mereka menjadi sangat dialogis atau saling berbagi (sharing) pengetahuan dan pengalaman.
Seorang ahli sosiologi politik dari Perancis, Maurice Duverger berpendapat pendidikan merupakan usaha yang secara sadar dilakukan dengan maksud untuk mewariskan kepada generasi-generasi yang baru semua pengalaman peradaban yang dikembangkan oleh generasi-generasi yang dahulu.
Banyak dan kompleksnya pengalaman peradaban yang akan diwariskan menuntut adanya pilihan-pilihan atau seleksi atas pengalaman peradaban manakah yang harus diwariskan dan manakah yang tidak boleh diwariskan. Dalam hal ini, menurut Duverger, peranan negara dan politik sangatlah besar dan menentukan (Maurice Duverger: 1998: 333-334).
Jika demikian, momentum Ospek tidak hanya dimaknai sebagai media awal untuk masuk perguruan tinggi, tetapi sebagi sarana transformasi gagasan dan kritisisme, sehingga mahasiswa baru bisa menjadi harapan bangsa dan mampu melaksanakan tanggungjawab sejarah Indonesia. Sejarah Indonesia tidak pernah lepas dari peran pemuda, yakni mahasiswa. Mahasiswa benar-benar menjadi pendorong terwujudnya suatu perubahan, walaupun terkadang perubahan tersebut tidak tuntas seperti yang terjadi pada penggulingan Orde Baru.
Saat itu, seluruh elemen mahasiswa bersatu menjadi satu kekuatan melawan otoritarianisme Orde Baru. Tujuannya, penggulingan rezim. Namun, saat Soeharto turun dari tahtanya justru mahasiswa tenggelam dalam uforia keberhasilannya, sehingga cita-cita reformasi untuk membangun good goverment sampai saat ini belum bisa dinyatakan berhasil. Bahkan, pergantian pemimpin pun ternyata tidak membawa perubahan yang cukup signifikan.
Tanggungjawab untuk meneruskan perjuangan founding father berada pada pundak mahasiswa. Tanggungjawab ini diharapkan disalahgunakan untuk melakukan manipulasi gerakan yang seringkali mengatasnamakan rakyat. Karena itulah, kritisisme, pengetahuan, konsolidasi dalam rangka mewujudkan perubahan secara mendasar dan subtansial menjadi sangat penting. Tanpa itu, identitas mahasiswa sebagai agent of change hanyalah menjadi simbol belaka, tanpa arti apapun.

Tidak ada komentar: